
Pemetaan
partisipatif, nantinya menjadi penting agar batas-batas wilayah adat dan
perusahaan menjadi jelas. “Ini alat efektif menentukan batas wilayah dan
pengorganisasian masyarakat. Bisa menjadi alat advokasi di daerah dan
nasional.”
Ada
tiga hal mengapa pemetaan partisipatif penting. Pertama, banyak konflik
keruangan, penyerobotan lahan, tumpang tindih pengelolaan, konflik batas, konflik
penguasaan dan pengaturan sumber daya alam.
Kedua,
posisi tawar masyarakat lemah akibat tidak ada bukti tertulis wilayah kelola
mereka. Ketiga, pelibatan masyarakat lemah dalam proses pembangunan.
Keberadaan
masyarakat hukum adat tidak begitu diakui dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Pengakuan masyarakat adat yang mempersyaratakan keberadaan dan pelaksanaan,
kurang tepat.
Syarat
keberadaan, misal, antara lain komunitas baru diakui bila ada sekelompok
orang terikat oleh hukum adat dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ada wilayah adat atau tanah dan terdapat aturan hukum penguasaan
dan penggunaan tanah.
Syarat
pelaksanaan, berlaku ketika eksistensi terpenuhi. Dalam pelaksanaan harus
“sesuai kepentingan nasional dan negara”.
“Ini
justru membingungkan dan memberi ruang kepada semua pihak menafsirkan sesuai
kepentingan.”
Negara
dapat mengizinkan BUMN maupun BUMS mengelola untuk mendatangkan keuntungan bagi
negara. Masyarakat adat justru tidak mendapatkan manfaat sosial dan ekonomi.
Pemerintah
mengelola kekayaan bumi dan air dalam skala besar dan merusak lingkungan serta
mengganggu ekosistem. Masyarakat hanya dapat semacam dana kompensasi hak ulayat
dengan nilai tidak sebanding.
Dampak
lain, perubahan pola hidup masyarakat. Semula menggantungkan diri pada
kekayaan alam sesuai kebutuhan.Kini, bahan konsumsi dari luar yang menggunakan
uang. “Perusahaan pun tidak menggunakan tenaga kerja lokal karena tidak
memenuhi standar kerja pengelola.”
Pemetaan
partisipatif merupakan pekerjaan tidak mudah. Medan pemetaan luas dengan
kondisi geografi menantang, juga kendala resistensi dari sejumlah pihak yang
terganggu dengan pemetaan.
Tantangan
lain, tuduhan menghasut masyarakat dan persoalan internal di masyarakat adat
itu sendiri. “Misal, dualisme adat, antara dewan adat dengan lembaga masyarakat
adat, membuat struktur adat tidak jelas.”
Pemetaan
partisipatif di Kabupaten Sarmi untuk mengatasi konflik horizontal antar
pemilik hak ulayat sangat perlu untuk dilakukan. Pemerintah Daerah harus
bertindak sebagai fasilitator guna menyelamatkan rakyat Sarmi agar kedepan
pemetaan hak ulayat adat ini dapat membantu masyarakat mengembangkan kemampuan
mengelola tanah dan hutannya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar